Forum Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Iklim (CSF) dan WWF-Indonesia meminta pemerintah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di sektor kehutanan sebelum pelaksanaan REDD di Indonesia.
"Pemerintah belum mempunyai langkah yang jelas menyelesaikan permasalahan kehutanan," kata Koordinator CSF Giorgo Budi Indrarto yang dihubungi di Jakarta, Rabu malam.
CSF dan WWF-Indonesia menyatakan hal tersebut menanggapi keberangkatan Presiden RI dan beberapa menteri ke Oslo, Norwegia menghadiri konferensi internasional membahas iklim dan hutan pada 26-27 Mei 2010.
Konferensi tersebut bertujuan memfasilitasi kemitraan sukarela antara negara maju dan negara berkembang yang memiliki hutan tropis untuk pelaksanaan mekanisme pengurangan emisi dari penggundulan dan perusakan hutan di negara berkembang (REDD+).
Giorgio mengatakan dari konfirmasi berbagai instansi yang menangani kehutanan, bahwa mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan dilakukan lewat tiga hal yaitu manajemen kehutanan berkelanjutan (sustainable forest manajemen/SFM), penanaman Hutan Tanaman Industri (HTI) dan rehabilitasi hutan.
"Semua hal itu belum dilakukan pemerintah secara jelas. Padahal itu permasalahan lama di kehutanan," katanya.
Dia juga menyoroti permasalahan kehutanan klasik yang belum terselesaikan yaitu mengenai tata ruang tata wilayah, masalah tenurial (hak atas kepemilikan tanah), batas teritorial dan hak ulayat masyarakat adat yang belum diakui.
Senada dengan CSF, WWF-Indonesia melihat pemerintah harus menyelesaikan masalah hutan sebelum pelaksanaan REDD, misalnya mengenai hak masyarakat adat, tata ruang dan tata wilayah, tata pemerintahan yang baik dan pembagian manfaat yang jelas.
"Ada tantangan untuk menyelesaikan berbagai isu kehutanan itu sebagai pra kondisi untuk pelaksanan REDD," kata Direktur Iklim dan Energi WWF-Indonesia Fitrian Ardiansyah.
Dia mengatakan ada tiga hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk pelaksanaan REDD di Indonesia antara lain jaminan proses pengembangan dan regulasi REDD bisa diformulasikan dalam pembangunan di Indonesia.
"Hal itu agar REDD bisa masuk pada internal pembangunan, maka harus jadi kebijakan sektor dan daerah. Supaya REDD tidak dikesampingkan," katanya.
Hal kedua yaitu agar pemerintah memastikan permasalahan kehutanan dan REDD bisa diselesaikan, seperti MRV (monitoring, reporting and verification), hak masyarakat adat dan distribusinya.
Hal ketiga yaitu adanya mekanisme pengelolaan keuangan yang tepat yang menjamin pendistribusian dana REDD sampai ke aktor yang tepat seperti institusi yang mengelola hutan.
Pemerintah Serius
Berbicara dalam perjalanan udara menuju Oslo, Norwegia, Rabu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan Indonesia serius dengan ditunjukkan langkah nyata dalam mengelola hutan dalam upaya berkontribusi bagi keseimbangan lingkungan dan iklim.
"Indonesia mendapat kesempatan untuk mendapatkan kontribusi dari masyarakat internasional, khususnya dari negara-negara maju `sharing` pendanaan. Saya memilih menggunakan `sharing` dan bantuan karena sesungguhnya Indonesia mampu menjaga hutan tropisnya berarti kita menjaga paru-paru dunia. " kata Presiden.
Pemerintah Indonesia dan Norwegia telah menandatangani kerjasama konservasi kehutanan untuk mengurangi emisi karbon senilai 1 miliar dolar AS, sebagai bagian dari komitmen bersama untuk mengatasi perubahan iklim.
Penandatangan kesepakatan yang berbentuk Letter of Intent (LoI) REDD+ --pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan-- itu dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Internasional Norwegia Erik Solheim di Government Guest House, Oslo, Rabu sore waktu setempat.
"Indonesia akan melaksanakan kewajiban kami, apa yang ada di LoI karena Indonesia sangat berkepentingan untuk menyelamatkan hutan kami, lingkungan kami untuk rakyat kami dan untuk masa depan kami," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyaksikan penandatanganan itu.
Oleh karena itulah, menurut Presiden, Indonesia telah menetapkan pengurangan emisi 26 persen sebelum tahun 2020, semata-mata untuk kepentingan bangsa kami dan juga untuk manusia sejagad yang ada di bumi ini.
Ia menegaskan bahwa komitmen Indonesia untuk menyelamatkan lingkungan sangat kuat sehingga sekalipun tanpa bantuan luar negeri Indonesia tetap akan memenuhi target ambisiusnya untuk mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen pada 2020.
(Sumber: http://id.news.yahoo.com/antr/20100526/tpl-permasalahan-kehutanan-agar-diselesa-cc08abe.html)